Formalin Berbahaya Bagi Kesehatan
Oleh : Sri Sumarmi
Merebaknya berita di media masa baik media cetak, radio maupun televisi tentang ditemukanannya formalin dalam beberapa produk makanan, menyebabkan timbulnya keresahan di kalangan masyarakat. Efek lain yang muncul dari ”blow up” berita di media tersebut juga dirasakan beberapa produsen makanan dengan turunnya omset penjualan mereka per hari. Padahal mereka mengaku telah melakukan proses pengolahan makanan dengan baik dan benar.
Berita mengenai penemuan beberapa zat atau senyawa kimia berbahaya yang dengan sengaja maupun tidak sengaja ditambahkan ke dalam produk makanan ataupun minuman, sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Formalin merupakan bahan kimia yang dikenal orang sebagai bahan yang digunakan untuk mengawetkan organ tubuh atau mayat, ternyata digunakan untuk mengawetkan makanan. Bukan hanya bahan pengawet saja seperti formalin dan boraks yang sering digunakan dalam beberapa produk makanan, tetapi juga bahan pewarna maupun pemanis buatan. Banyaknya kasus dan berita mengenai bahan kimia berbahaya dalam produk makanan dan minuman ini menunjukkan lemahnya kontrol ataupun pengawasan terhadap kualitas pangan di Indonesia. Kualitas pangan tidak hanya dilihat dari kandungan zat gizinya saja (nutrient), tetapi juga aspek keamanannya (food safety).
Formaldehyde dapat menyebabkan iritasi pada jaringan jika mengalami kontak langsung dengan senyawa ini. Oleh karena formaldehyde banyak terdapat diudara sebagai polutan, maka risiko yang terbesar pada orang yang kontak dengan senyawa ini adalah iritasi pada saluran pernafasan terutama pada hidung dan tenggorokan serta pada mata (mata berair), karena menghirup udara atau kontak dengan udara yang tercemar dengan formaldehyde. Mata kita akan mengalami peningkatan keluarnya air mata jika kadar formaldehyde di udara antara 0,4-3 ppm. Menurut The United States National Institute for Ocupational Safety and Health (NIOSH), formaldehyde akan berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan kita jika kadarnya sekitar 20 ppm.
Jika formaldehyde tertelan dalam jumlah banyak, akan mengakibatkan keracunan, dengan gejala rasa nyeri yang sangat parah, muntah, perdarahan usus, koma bahkan dapat mengakibatkan kematian jika terminum sebanyak 2 sendok makan formaldehyde. Kasus keracunan formaldehyde pada manusia jarang dijumpai, kecuali ada orang-orang yang terpapar karena bekerja di industri yang menggunakan senyawa ini dalam proses produksinya (occupational exposure).
Beberapa penelitian dengan percobaan pada binatang menunjukkan hasil bahwa tikus yang diberikan paparan formaldehyde di udara, dapat mengalami kanker pada hidung dan tenggorokan (nasopharyngeal cancer). Dari hasil penelitian ini maka para ahli mencurigai bahwa formaldehyde merupakan senyawa yang berpotensi sebagai karsinogen. Hal ini tentu identik bila formaldehyde masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, sebagai akibat penggunaan bahan ini sebagai food additive. Meskipun bukti klinis efek karsinogenik formaldehyde pada manusia masih sangat terbatas, namun hasil penelitian pada binatang sudah cukup untuk mengambil sikap bahwa formaldehyde berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Berita mengenai penemuan beberapa zat atau senyawa kimia berbahaya yang dengan sengaja maupun tidak sengaja ditambahkan ke dalam produk makanan ataupun minuman, sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Formalin merupakan bahan kimia yang dikenal orang sebagai bahan yang digunakan untuk mengawetkan organ tubuh atau mayat, ternyata digunakan untuk mengawetkan makanan. Bukan hanya bahan pengawet saja seperti formalin dan boraks yang sering digunakan dalam beberapa produk makanan, tetapi juga bahan pewarna maupun pemanis buatan. Banyaknya kasus dan berita mengenai bahan kimia berbahaya dalam produk makanan dan minuman ini menunjukkan lemahnya kontrol ataupun pengawasan terhadap kualitas pangan di Indonesia. Kualitas pangan tidak hanya dilihat dari kandungan zat gizinya saja (nutrient), tetapi juga aspek keamanannya (food safety).
Formaldehyde dapat menyebabkan iritasi pada jaringan jika mengalami kontak langsung dengan senyawa ini. Oleh karena formaldehyde banyak terdapat diudara sebagai polutan, maka risiko yang terbesar pada orang yang kontak dengan senyawa ini adalah iritasi pada saluran pernafasan terutama pada hidung dan tenggorokan serta pada mata (mata berair), karena menghirup udara atau kontak dengan udara yang tercemar dengan formaldehyde. Mata kita akan mengalami peningkatan keluarnya air mata jika kadar formaldehyde di udara antara 0,4-3 ppm. Menurut The United States National Institute for Ocupational Safety and Health (NIOSH), formaldehyde akan berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan kita jika kadarnya sekitar 20 ppm.
Jika formaldehyde tertelan dalam jumlah banyak, akan mengakibatkan keracunan, dengan gejala rasa nyeri yang sangat parah, muntah, perdarahan usus, koma bahkan dapat mengakibatkan kematian jika terminum sebanyak 2 sendok makan formaldehyde. Kasus keracunan formaldehyde pada manusia jarang dijumpai, kecuali ada orang-orang yang terpapar karena bekerja di industri yang menggunakan senyawa ini dalam proses produksinya (occupational exposure).
Beberapa penelitian dengan percobaan pada binatang menunjukkan hasil bahwa tikus yang diberikan paparan formaldehyde di udara, dapat mengalami kanker pada hidung dan tenggorokan (nasopharyngeal cancer). Dari hasil penelitian ini maka para ahli mencurigai bahwa formaldehyde merupakan senyawa yang berpotensi sebagai karsinogen. Hal ini tentu identik bila formaldehyde masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, sebagai akibat penggunaan bahan ini sebagai food additive. Meskipun bukti klinis efek karsinogenik formaldehyde pada manusia masih sangat terbatas, namun hasil penelitian pada binatang sudah cukup untuk mengambil sikap bahwa formaldehyde berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan.